Jumat, 19 Oktober 2012

Anakaji, Raja ke-4 Kerajaan Luwu

Oleh Wirawan Azis
Disadur dari Buku Sejarah Luwu karya Sarita Pawiloy

Anakaji menjadi raja di kerajaan Luwu dari tahun 1293 sampai tahun 1330. Dia menggantikan ayahnya (tadinya tertulis ibunya, namun setelah mendapat koreksi dari Andi Soekry Amal, menurutnya Simpurusiang itu adalah lelaki) yang bernama Simpurusiang.

Seperti tertuang dalam lontara yang menyebut nama Anakaji, disebutkan;

Manurungnge ri pettung, riaseng simpurusiang
Tompoe ri busa empong, riaseng patiangjala
Iyana siala najaji Anakaji

Kurang-lebih terjemahan bebasnya;

Yang muncul di bambu, dinamakan simpurusiang
Yang muncul di busa air, dinamakan patiangjala
Mereka kawin, lantas lahir lah Anakaji

Dalam lontara juga disebutkan, bahwa istri Anakaji berasal dari kerajaan Majapahit. Diungkapkan;

na iya manurungnge ri majampai,
iyana riaseng Selamalama
iyana siala Batara Weli
najaji Tappacina
iyana siala Anakaji

Maksudnya;

Adapun yang muncul di Majapahit,
dinamakan Selamalama
yang kawin dengan Batara Weli
maka lahir lah Tappacina
dia lah ini yang kawin dengan Anakaji

Sebenarnya yang harus menggantikan Simpurusiang, adalah putri pertamanya yang bernama Arung Masala Uli'E. Namun karena terkena penyakit kulit, sehingga Anakaji lah yang tampil menggantikan ayahnya. Selain Arung Masala Uli'E, masih ada satu lagi saudara Anakaji, namanya Lakipadada.***

Senin, 15 Oktober 2012

Simpurusiang, Raja ke-3 Kerajaan Luwu

Oleh Wirawan Azis
Disadur dari buku sejarah luwu karya Sarita Pawiloy

Generasi kekinian mengenal Simpurusiang sebagai nama jalan, nama aula, nama gedung, dan nama-nama bangunan lainnya. Siapa sebenarnya Simpurusiang itu? Itu lah pertanyaan yang sering muncul dari benak generasi kini.

Dalam sejarah Luwu, nama Simpurusiang memang patut tercatat. Dia tercatat sebagai Raja ke-3 kerajaan Luwu, setelah Batara Guru dan Batara Lattu. Walau disebut sebagai raja ketiga, namun justru awal masa kepemimpinan Simpurusiang lah yang dijadikan tahun awal kelahiran Luwu, yakni Tahun 1268.

Jarak waktu masa kepemimpinan Batara Lattu dan Simpurusiang, memang tebilang lama. Dalam catatan sejarah yang ada, di antara masa kepemimpinan ini terjadi masa kekosongan kepemimpinan. Berapa lama masa kekosongan itu, tak ada yang dapat memastikan. Catatan sejarah yang ada, hanya menyebut masa kekosongan itu selama tujuh pariamang.

Itu lah sebabnya, sehingga awal masa kepemimpinan Simpurusiang lah yang dijadikan awal kelahiran Luwu. Siapa sebenarnya Simpurusiang?

Dari catatan Lontara yang ada disebutkan tentang Simpurusiang ini;
manurungnge ri pettung
riaseng simpurusiang
tompoE ri busa empong
riaseng patiangjala
iyana siala, najaji anakaji

Terjemahan bebasnya, kurang lebih;
yang muncul di bambu
dinamakan simpurusiang
yang muncul di busa air
dinamakan patiangjala
mereka kawin, lantas lahir lah anakaji

Dari lontara tersebut di atas, hampir dipastikan bahwa Simpurusiang itu adalah seorang wanita. Sebab Patiangjala sendiri, merupakan pemimpin suku laut bajo.***

Sabtu, 13 Oktober 2012

Sejak Dulu Pandai Merangkai Kata

Oleh Wirawan Azis
Disadur dari Buku Sejarah Luwu karya Sarita Pawiloy

Orang Luwu atau To' Luwu, ternyata sejak dulu dikenal sebagai orang-orang yang pandai merangkai kata-kata. Seperti sindiran untuk seorang pemuda yang jatuh cinta namun tak sanggup untuk mengungkapkan kata hatinya.

Cara To' Luwu memberikan sindiran begini;
Kuana muakkalarapang
bulu' ri wawo bua
attanna suli

Artinya;
Dijadikan peribaratan
gunung di atas bua
di utara suli

Maksudnya;
Diibaratkan
Gunung di sebelahnya bua yang bernama tiromanda
dan gunung di sebelah utara suli namanya buntu siapa
sehingga bila nama dua gunung ini disambungkan
menjadi 'tiromanda ta siapa'

Yang maksudnya;
Hanya saling memandang, tidak berbuat apa-apa (termasuk tidak bertegur sapa)***

Asal Usul 'Luwu' (3)

Oleh Wirawan Azis
Disadur dari Buku Sejarah Luwu, karya Sarita Pawiloy

Kata 'Luwu' atau Lu' juga dapat dihubungkan dengan kata laut. Hal ini seperti yang diungkapkan C. Salombe, seorang budayawan Tana Toraja dalam bukunya; Orang Toraja dengan Ritusnya yang diterbitkan di tahun 1972.

C. Salombe menyebut dalam bukunya, Lu' berasal dari kata lau yang artinya laut, yang dapat pula dipersamakan dengan timur.

Salombe juga menulis, kata Toraja itu merupakan penyebutan orang Luwu kepada orang yang berdiam di daerah pegunungan atau di sebelah barat . To Raja atau To Riaja bermakna orang di atas atau di sebelah barat.

Sebaliknya, Luwu atau Lu' merupakan penyebutan orang Toraja kepada yang bermukim di bagian pesisir pantai atau di sebelah timur atau di dataran rendah.

Pendapat ini dipertegas pula oleh Andi Zainal Abidin, seorang penulis sejarah dan budaya Bugis. Dia menegaskan, Luwu bermakna wilayah pinggir laut. Sehingga Luwu disebut pula sebagai kerajaan pantai Luwu, karena merupakan kerajaan pertama yang meliputi sepanjang pantai Sulawesi yang mempersatukan wilayah mulai dari Gorontalo di utara dan Selayar di selatan.***

Asal Usul 'Luwu' (2)

Oleh Wirawan Azis
Disadur dari Buku Sejarah Luwu, karya Sarita Pawiloy

Asal usul penamaan Luwu juga dari kata malucca (bahasa bugis ware') atau malutu (bahasa palili') yang artinya keruh atau gelap.

Makna keruh di sini yakni penuh dengan isi, laksana warna air sungai yang banjir. Gelap ditafsirkan hutan rimba belantara yang diselingi hutan sagu di sekitar pantai. Maka dari malucca dan malutu disederhanakan pengucapannya menjadi malu' hingga seterusnya terdengar seperti lu' atau luwu.***

Asal Usul 'Luwu' (1)

Oleh Wirawan Azis
(Disadur dari Buku Sejarah Luwu, Karya Sarita Pawiloy)

Penamaan kerajaan 'Luwu' sudah dikenal sejak abad ke-13 ketika masa pemerintahan raja pertama periode Lontara. Dalam sejarah Luwu dikenal ada dua periode; periode Galigo dan periode Lontara.

Masa periode Galigo disesuaikan dengan sumber tradisi buku sastra kuno 'I La Galigo' yang ditemukan BF Matthes di tahun 1888. Periode ini digolongkan oleh RA Kern, seorang ahli sejarah berkebangsaan Belanda sebagai masa prasejarah. Bahkan sebagian lagi menyebutnya 'pseude history' atau masa sejarah semu.

Dari buku I La Galigo disebutkan ada tiga tempat; Wara, Luwu, dan Wewangriu yang sering dipersamakan dengan Tompotikka.

Menurut Sanusi Daeng Mattata, penulis buku Luwu dalam Revolusi, menyebutkan kata Luwu itu berasal dari kata 'riulo' yang artinya diulurkan dari atas. Penamaan ini dikaitkan dengan tradisi lisan yang disakralkan di Tana Luwu. Dari tradisi lisan disebutkan, bumi ini diulurkan dari langit, dihamparkan, kemudian ditaburi dengan kekayaan alam yang melimpah.***

Pesan Raja Luwu kepada Raja Bone

Dikutip Wirawan Azis dari Buku Sejarah Luwu karya Sarita Pawiloy :

Pesan (1) Raja Luwu Settiaraja:

Luwu na Bone
Tessipoloang Ade'
Tessipamateang
Tessilawang Bicara

Pesan (2) Raja Luwu Settiaraja:

Siwennimi Luwu'E ri Bone
To Boneni
Siwengni to Bone ri Luwu
Luwu' ni

Pesan (3) Raja Luwu Settiaraja :

Polena kalao-lao
Kudapini Bone, Soppeng, Wajo, Sidenreng
Enrenge topa ri laing'E
De' makkua tana Luwu

Pesan ini disampaikan Raja Luwu Settiaraja pada pesta pernikahan putrinya yang dipersunting keponakan Raja Bone Arung Palaka di Tahun 1695.